
Pemerintah dan Bank Indonesia (BI) berencana melakukan penyederhanaan tiga nol dalam mata uang rupiah, jadi Rp 1.000 menjadi Rp 1 atau redenominasi.
Kebijakan redenominasi ini beda dengan sanering atau pemotongan nilai mata uang.
Rencana pemerintah dan Bank Indonesia untuk melakukan redenominasi terhadap rupiah yaitu penyederhanaan tiga nol dalam mata uang rupiah (dari Rp. 1000 menjadi Rp. 1)
Lalu apa bedanya Redenominasi dengan Sanering
Penyederhanaan denominasi (pecahan) mata uang menjadi pecahan lebih sedikit dengan cara mengurangi digit (angka 0) tanpa mengurangi nilai mata uang tersebut
sedangkan Sanering Pemotongan daya beli masyarakat melalui pemotongan nilai uang.
Hal ini dapat dilihat dari pengaruhnya terhadap harga barang, pada redenominasi harga barang yang tadinya Rp. 50000 akan mennjadi Rp. 50,
sedangkan sanering harga barang tetap Rp. 50000 yang targetnya adalah berkurangnya daya beli dengan demikan akan berkurangnya jumlah uang yang beredar akibat harga harga yang melonjak.
Kebijakan Sanering tersebut diambil dalam kondisi Makroekonomi labil atau hiperinflasi dan biasa nya mendadak, tanpa persiapan.
Langkah kebijakan Sanering ini pernah dilakukan pemerintah Indonesia pada tahun 1955 dan 1966.
Lain Halnya dengan Redenominasi, kebijakan ini dilakukan pada saat Makrekonomi stabil, ekonomi bertumbuh, inflasi terkontrol dan pelaksanaannya harus bertahap, persiapan matang dan terukur.
Kenapa harus Redenominasi, agar Mengefisienkan dan menyamankan transaksi juga Menyetarakan ekonomi dengan negara regional.
Wikipedia Indonesia menyebutkan Dalam rangka menciptakan sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman, dan handal, Bank Indonesia melakukan redenominasi.
Redenominasi rupiah menentukan salah satu kewenangan Bank Indonesia dalam rangka mengatur dan menjaga keselarasan sistem pembayaran di Indonesia.
Berikut ini alasan redenominasi rupiah.
Uang pecahan Indonesia yang terbesar saat ini adalah Rp100.000 yang merupakan pecahan terbesar kedua di dunia setelah mata uang Dong Vietnam yang pernah mencetak 500.000 dong. Namun tidak memperhitungkan negara Zimbabwe yang pernah mencetak 100 triliun dolar Zimbabwe dalam 1 lembar mata uang.
Munculnya keresahan atas status rupiah yang terlalu rendah dibandingkan mata uang lainnya, misalnya terhadap dolar, euro, dan uang global lainnya, bukan dalam hal substansi, melainkan identitas karena kekuatan mata uang Indonesia relatif stabil, cadangan devisa juga aman, inflasi terjaga (1 digit), investasi juga tidak ada persoalan, kinerja ekonomi Indonesia baik.
Pecahan uang Indonesia yang selalu besar akan menimbulkan ketidakefisienan dan ketidaknyamanan dalam melakukan transaksi, karena diperlukan waktu yang banyak untuk mencatat, menghitung dan membawa uang untuk melakukan transaksi sehingga terjadi ketidakefisienan dalam transaksi ekonomi.
Untuk mempersiapkan kesetaraan ekonomi Indonesia dengan kawasan ASEAN dalam memasuki era Masyarakat Ekonomi ASEAN pada tahun 2015.
Untuk menghilangkan kesan bahwa nilai nominal uang yang terlalu besar seolah-olah mencerminkan bahwa pada masa lalu, suatu negara pernah mengalami inflasi yang tinggi atau pernah mengalami kondisi fundamental ekonomi yang kurang baik.
Berikut tahapan pada Redenominasi Rupiah :
2011 - 2012 Sosialisasi
2013 - 2015 Masa Transisi
2016 - 2018 Penarikan Rupiah Lama
2019 - 2022 Tulisan baru pada Rupiah baru dihapus